Minggu, 18 Oktober 2015

Bukan Cuma Soal Mix, Chic dan Cantik


Barangkali semua sudah  atau pernah mendengar tentang kisah perjuangan pelajar muslimah dalam mempertahankan mengenakan jilbab (yang syar’i), kurang lebih di sekitar tahun 1990-an (mohon dikoreksi bila kurang tepat). Lalu, kita yang masa remajanya jauh bertahun setelah itu, bak membaca dongeng-dongeng atau legenda tatkala mengetahuinya.

Sebab kejadian-kejadian yang menimpa kakak-kakak kita dahulu, teramat dramatis. Persis sinetron masa kini. Ada yang harus kabur melalui jendela kamar; diusir orangtuanya sendiri; bersembunyi di rumah teman hingga jadi bulan-bulanan di sekolah. Bahkan oleh guru sendiri. Kegiatan belajar sampai ujian pun dipersulit. Semua kompak dengan satu tujuan: agar pilihan menjadikan jilbab sebagai ‘mahkota’ berangsur ‘koyak’, ‘terenggut’, dan ‘kalah’. Propaganda yang muncul pun ada saja. Dianggap aliran garis keras lah, golongan fundamentalis dan lain lagi. Padahal mereka hanya ingin menunaikan perintah Allah swt saja; menutup aurat sebenar mungkin. Pernah saya melihat album foto kenangan. Dan di sana terdapat foto seorang kakak muslimah memakai jilbab super lebar. Ujungnya menjulur hingga betis kaki. Dan bila diperhatikan, modelnya pun asli tak ada yang aneh atau neko-neko. Seperti itulah hijab syar’i mereka.

Lihat bagaimana sekarang? Jilbab tak ubah bagian dari fashion semata. Yang dimanfaatkan dengan membabi buta oleh para pelaku bisnis, demi melihat situasi-kondisi yang menggiurkan. Tutorial hijab pun bertebaran, entah berupa video maupun gambar. Lalu dengan gegas, semua pun tampil “berhijab”—katanya. Dan berlanjut, gaya kerudung mencontoh tutorial eksis di mana-mana.

Hakikat dari berhijab, yakni menutup aurat, tidak terlalu diindahkan, kasarnya tidak dianggap, dicuekin. Semua muslimah tak lagi susah seperti dulu, sebaliknya mudah malah. Muslimah siapapun-di manapun itu bisa dengan tenang-tenang saja “berhijab”. Sayang, itu tadi, seperti sindrom latah. Hanya karenan ikut-ikutan. Lain masa, kala ujian menerpa, kain penutup kepala raib entah ke mana. Bahkan, “terbuka”nya dengan drastis.

Melihat fenomena itu, saya sebagai salah satu muslimah kadang dilanda galau. Bukan galau sejenis kebingungan, bersebab actrees idola yang mula-mula berhijab, menutup aurat dengan rapat, tiba-tiba kemudian (maaf) ber-tank top. Bukan seperti itu. Tapi galau-gundah-gulana, di tengah hiruk pikuk jaman yang apa saja serba bisa terjadi ini, saya mencemaskan diri pribadi dan keluarga, berharap agar hidayah—katakanlah dulu dengan ‘mudah’ didapat—jangan sampai terkecoh. Ikut-ikutan latah trend “syar’i”, latah juga melepasnya tanpa beban moral dan tanggung jawab. Semoga tetap istiqomah. Begini tentu harapannya.

Kisah saya menutup aurat pun kurang lebih sama dengan muslimah lain. Ada proses, ada tahapan yang mesti dilalui pola pikir dan jiwa. Walaupun mungkin, lingkungan yang kondusif menjadikannya begitu mulus, tidak sampai berurai air mata dan bernanah-nanah seperti kakak-kakak dahulu. Namun, tetap, bisa memperoleh pencerahan itu adalah salah satu rezeki.






Ketika dunia muslimah dihebohkan dengan beragam ‘tutorial hijab’, saya sempat juga ikut mencoba belajar di rumah. Tapi, selalu berakhir dengan kembali ke gaya asal yang saya bisa. Khususnya bagi saya pribadi ternyata, selain gaya yang ribet (bagi saya), saya tidak merasakan nyaman. Seperti menjadi bukan diri sendiri. Aneh saja. Bahkan ketika saya mengikuti langsung, si kecil yang waktu itu masih belajar berbicara pun sudah mengatakan saya jelek. Dan menyodorkan jilbab langsungan sederhana yang menutup dada. Aksinya tersebut kontan membuat tertawa, dan saya langsung mencerabut kain kerudung yang berputar-putar di kepala dan leher. Ah, mungkin memang tidak cocok.




Alhasil, gaya berkerudung saya pun tetap seperti itu-itu saja. Jilbab langsungan menutup dada (saya belum memakai jilbab yang teramat lebar) di hampir semua kesempatan dan jilbab dari kain kerudung segi empat, yang tetap saya usahakan tidak transparan atau tetap menyebabkan leher kurus saya dapat diterawang. Misalpun memakai yang rada ribet, tetap yang paling sederhana, mudah dan bisa saya aplikasikan. Bahkan dari bilangan tahun lalu hingga sekarang (sekitar 11 tahun juga, sama deh dengan Mba Ruli) beberapa jilbab saya masih sama. Padu padan dengan pakaian pun menyesuaikan ketersediaan. Terkadang memakai baju terusan (aduh, kok lupa ya istilahnya, yang jelas konon bukan gamis, sebab gamis adalah pakaian untuk pria), lebih seringnya rok berpadu atasan sepanjang pinggang hingga betis.


Yang paling saya ingat untuk selalu istiqomah menutup aurat adalah:

“Seorang perempuan, bila belum menikah, dia akan menyelamatkan ayahnya dari terseret ke api neraka, dikarenakan aurat putrinya tertutup. Dan bila ia telah menikah, maka ia juga akan menghindarkan suaminya kelak dari terseret ke api neraka, dikarenakan aurat istrinya terjaga dari jamahan mata yang bukan mahramnya. Sehingga, bila statusnya telah menikah, auratnya menjadi penentu ‘nasib’ dua orang lelaki, yaitu ayah dan suaminya.”

Seperti itu kesimpulan yang kurang lebih dapat saya cerna. Sehingga, pernyataan harus tetap cantik dengan hijab, menjadi terbantahkan. Sebab sesungguhnya yang harus didahulukan adalah syar’i-nya. Bukan perihal mix and chic, unik dan cantik. Semoga ada manfaat dari tulisan sederhana ini meski seujung kuku. Mohon maaf kalau ada kata-kalimat yang tidak berkenan. Allohu’alam bishowwab.[]

Tulisan ini juga dalam rangka mengikuti event First Give Away oleh Ruli Retno, dengan tema "Jilbab yang Nyaman di Hati".





:)

4 komentar:

  1. Waah pas aq intip blog yg punya giveaway-nya, banyak juga ya hadiah na..

    Btw, coba ditambah ssuatu fitur yang kita bisa tau brp org membaca blog kita (entah apa namanya.. poho :p

    BalasHapus
  2. Iya, mupeng kan? Hehe. Itu yg di foto kan "shawl" oren yg dr teh Dian thea, ingat tak?

    Soal terakhir nanti cb gugling caranya, deh.

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. Hehe, iya Mba Khu, pas kapan kan Mba Ruli-nya nge-post di Muslimah Blogger (kl tak salah), ikut intip. Aiiih, ternyata ada beberapa nama yg dikenal sdh pada ikutan, mupeng jg deh. Ini juga hampir gagal posting bersebab kuota habis, fyuhhhh

      Hapus